Bab 6 : (akhir) sang kelembai

Bab 6 (Akhir): “Pembebasan Sang Kelembai” — bab terakhir dari puisi gelap ini. Di sinilah, nasib Sang Kelembai ditentukan… antara pembebasan atau kehancuran abadi.


---

Bab 6: Pembebasan Sang Kelembai

Api membakar mahkota berdosa,
Langit terbelah, tanah bergegar,
Dan dari kabus datang si dia,
Sang Kelembai… dengan wajah terakhir.

Namun kini, dia bukan lagi raksasa,
Wajahnya perlahan menjadi manusia,
Kerutan hilang, mata bersinar cahaya,
Rambut kelam menjadi warna senja.

Dia melangkah ke arah Amir,
Dengan mata berkaca dan hati berzikir,
Tangannya terketar, suara hampir:
“Akhirnya… kau bukan pelarian… tapi takdir.”

Kabus mulai pecah seperti kaca,
Batu-batu di desa jadi manusia,
Jeritan kembali, suara bersuara,
Ratusan tahun akhirnya reda.

Sang Kelembai pandang langit tinggi,
Senyuman terakhir menghias pipi,
“Aku bukan lagi sumpahan bumi…
Aku kini hanya… Lembai yang pergi.”

Dan tubuhnya mulai cair dalam cahaya,
Seperti embun di pagi maya,
Tinggal hanya bunga putih di tanah tua,
Dan angin berbisik, “Salam… yang tak lagi membawa derita.”

Amir terduduk, mata bergenang,
Melihat langit tanpa bayang,
Dia tahu… legenda itu bukan hanya kenangan,
Tetapi luka, cinta, dan keampunan.


---

Penutup

Legenda Sang Kelembai tidak lagi ditakuti,
Tetapi dikenang sebagai jiwa yang diuji,
Dan jika suatu hari kau ke hutan sepi,
Dengar “salam”… tetapi jangan lari.


---

Terima kasih kerana mengikuti kisah ini...

Bab 5 : sang kelembai

Bab 5: “Istana yang Hilang” — puisi gelap tentang perjalanan Amir ke pusat sumpahan: sebuah istana purba terkubur dalam hutan, tempat asal kejahatan dan kunci pembebasan Sang Kelembai.


---

Bab 5: Istana yang Hilang

Dengan petunjuk dari tanah berdarah,
Amir melangkah ke rimba marah,
Di mana pohon berbisik resah,
Dan angin menghembus seperti amarah.

Langkahnya ke lembah berlumut tua,
Di mana akar menggenggam tanah luka,
Tiba-tiba, kabus berpecah dua,
Menampakkan pintu gerbang istana.

Bukan istana megah bersinar,
Tetapi batu reput dan tembok bersarung liar,
Namun simbol segitiga—terbalik dan berapi—
Terselit di atas pintu, bisu dan sepi.

Dia masuk dengan hati bergetar,
Lantai berlumut, langit berkapar,
Di dinding terpahat kisah silam,
Tentang raja rakus dan cinta yang karam.

Dalam ruang dalam yang gelap pekat,
Terdapat takhta dengan tulang berserak,
Dan di atasnya, mahkota perak,
Bersama sepucuk surat terbakar retak.

"Wahai pencari dari darah yang asing,
Jika hatimu benar, api akan bersaing.
Bakar pusaka ini dengan jujur dan gentar,
Agar sumpahan lama bisa hancur dan pudar."

Amir genggam mahkota yang dingin,
Hatinya gelisah, jiwanya ingin,
Dengan pemetik api—lalu dia nyalakan,
Dan pusaka itu... terbakar perlahan.

Tiba-tiba dinding meraung, lantai bergetar,
Bayang-bayang menari, langit terbakar,
Dan dari jauh, satu suara berdendang:
“Akhirnya… kau dengar… dan aku pulang.”


---





Bab 4 : sang kelembai


Berikut Bab 4: “Suara dari Batu” — puisi gelap tentang rahsia lama, yang akhirnya dibisikkan oleh Sang Kelembai sendiri. Pertemuan ini bukan sekadar sumpahan... tetapi permohonan terakhir.


---

Bab 4: Suara dari Batu

Sang Kelembai diam, mata bersinar,
Wajahnya tua, namun kini gentar,
Di hadapannya, anak dari zaman segar,
Yang tak lari… malah mendengar.

Di hujung lidah, dia simpan cerita,
Seribu tahun, rahsia tak dibuka,
Namun malam ini, langit seakan reda,
Dan hutan bernafas dalam cahaya duka.

“Aku… bukan raksasa yang suka menghukum,
Aku hanya gadis yang hidupnya dikoyak dendam.
Cinta dirampas, hati disumpah,
Dan salamku… jadi sabda murka.”

“Setiap kali aku berkata ‘salam’,
Aku harap seseorang jawab… bukan untuk kecundang,
Tetapi untuk faham…
Dan kembalikan aku ke malam sebelum aku hilang.”

Air mata Amir jatuh tanpa sedar,
Dia lihat bukan raksasa, tapi jiwa yang tersasar,
Yang dikurung dalam tubuh liar,
Kerana cinta yang dilakar jadi parah.

Lalu Amir bertanya dengan suara tenang:
“Bagaimana aku hentikan malam panjang?”
Sang Kelembai tunduk, jari ke tanah,
Melakar simbol—segitiga dan nama yang musnah.

“Cari pusaka yang raja simpan,
Di bawah istana yang kini jadi hutan,
Letaknya mahkota, darah, dan dendam,
Bakar ia dengan ikhlas, barulah aku diam.”



Bab 3 . sang kelembai..



Bab 3: Anak dari Zaman Kini

Di kota besi, di zaman layar,
Tinggal seorang anak yang hairan benar,
Namanya Amir, hati pembakar,
Mencari legenda, ingin digegar.

Dia mendengar kisah purba,
Tentang desa batu, sumpah yang bisa,
Katanya dongeng, katanya dusta,
Namun hatinya mahu merasa.

Dengan kamera dan lampu suluh,
Dia menjejak hingga tanah lusuh,
Di mana kabus tak pernah surut,
Dan pokok tua seperti bersujud.

Langkahnya senyap, malam kian pekat,
Angin sejuk seolah berbisik niat,
Dia melangkah, tanpa sempat,
Disambut suara… perlahan, dekat:

“Salam...”

Nafasnya tersekat, jantung memburu,
Suara itu—serak, dalam, membatu,
Tapi rasa ingin tahu terlalu laku,
Dia sahut... dengan ragu:

“Waalaikum...”

Segala berubah—alam bergegar,
Langit terbelah, pohon menebar,
Dan dari kabus muncul jelmaan samar,
Wajah Sang Kelembai, mata bergebar.

Namun kali ini, dia tidak marah,
Dia mendekat... wajahnya pasrah,
Dan bertanya dengan suara parah:

“Mengapa... kau sahut... dengan redha?”

Amir berdiri, tubuh menggigil,
Namun matanya jujur, tak berpaling,
“Aku mahu tahu kebenaran siling,
Di sebalik sumpahan yang kau paling.”




Asal Usul Sang Kelembai

 Asal Usul Sang Kelembai

Dahulu dia bernama Lembai,
Anak dara di tanah permai,
Senyum manis, mata berseri,
Puteri rimba, dambaan hati.

Dia mencinta si pemuda hutan,
Pemburu sunyi berjiwa tenang,
Namun takdir menyulam harapan,
Dengan kejam menusuk pandang.

Raja dari negeri seberang,
Terdengar khabar si gadis terbilang,
Datang bertanya, datang meminang,
Dengan emas, pedang, dan panah terbang.

Lembai menolak, cinta milik satu,
Namun raja murka, hatinya batu,
Dibakar kampung, dibunuh yang tahu,
Dilarikan Lembai dalam waktu beku.

Di istana, dia dikurung,
Air mata jadi pelindung,
Setiap malam, dia merungut,
Hingga langit pun rasa takut.

Malam ke seribu, bulan hilang,
Ribut datang, petir berdentang,
Sebuah suara naik dari tanah,
Memanggil Lembai, berjanji marah.

“Kau akan bebas, namun jangan tersapa,
Satu salam akan bawa celaka.
Kau akan hidup, tapi tak bahagia,
Kerana sumpahan akan jadi nyawa.”

Dia disumpah menjadi bayang,
Wajah tua, jiwa tak tenang,
Lembai mati, Kelembai datang,
Sejak itu hutan jadi larang.


---

Jika kau mahu, Bab 3 akan kisahkan pertemuan seorang anak muda dari zaman kini yang tersesat ke hutan Ulu Damar, dan mendengar salam misteri...

Mahukah aku sambung ke bab itu?





puisi sang kelembai

Berikut sambungan kisah Sang Kelembai dalam bentuk puisi gelap ...

Puisi: Wajah di Sebalik Kabus

Di celah rimba berduri tua,
Berbisik bayang tanpa suara,
Sang Kelembai menunggu masa,
Dalam kabus, dia bersua.

Wajah kerut bagai akar mati,
Matanya putih tiada simpati,
Siapa menyapa, nescaya rugi,
Menjadi batu, kekal abadi.

Dia bukan jin, bukan manusia,
Darahnya dingin, hatinya luka,
Zaman silam bawa derita,
Disumpah langit dan bumi juga.

Ada yang berkata, dia pernah gadis,
Dirampas kasih oleh raja tamak,
Lalu dilaknat, hilang tangis,
Jiwa menjadi hitam, cinta jadi kerak.

"Salam," katanya—itu umpan,
Bukan mesra, tapi perangkap jalan,
Jika kau sahut, nasib tak bertahan,
Dirimu akan jadi kisah hutan.


---

Jika kau suka gaya ini, aku boleh teruskan dalam bab-bab puisi gelap—menceritakan asal usul sumpahan, watak-watak desa, dan pertemuan terakhir dengan Sang Kelembai. Mahu aku teruskan bahagian seterusnya?

sumpah sang kelembai



"Sumpahan Batu Sang Kelembai"

Di lereng gunung berkabus tebal, tersembunyi sebuah desa purba bernama Ulu Damar. Penduduknya hidup tenang, bertani dan berburu, hinggalah suatu malam bulan hitam, seorang perempuan tua muncul di pinggir hutan. Wajahnya bengis, matanya bercahaya putih, rambutnya seperti akar menjalar, dan suaranya serak membawa angin sejuk mencengkam tulang.

Dia tidak meminta makanan, tidak meminta tempat berteduh. Hanya sepatah kata:
"Salam..."

Namun kata itu sahaja cukup untuk mengubah segalanya.

Orang pertama yang menyambutnya—seorang budak lelaki—terus kaku, lalu tubuhnya berubah menjadi batu. Panik mula melanda, namun setiap jeritan hanya mengundang sumpahan. Dalam sekelip mata, separuh desa menjadi batu—lelaki, wanita, anak kecil. Hanya yang sempat melarikan diri ke gua-gua dalam bukit terselamat.

Makhluk itu, Sang Kelembai, berdiri di tengah-tengah desa yang kini sunyi dan beku. Di sekelilingnya hanyalah arca batu yang dulu adalah manusia. Dengan senyuman kelam, dia berkata:
"Jangan disapa makhluk dari zaman sebelum waktu."

Sejak hari itu, tanah Ulu Damar ditinggalkan. Orang-orang tua masih berbisik—jika kau tersesat di hutan dan terdengar suara garau memberi salam, jangan sahut...


---


Sang kelembai..(sambungan)..



Wajah Sang Kelembai:

Raut muka sangat tua dan menggerunkan—kulitnya berkedut tebal, merekah seperti kulit kayu lama, menunjukkan usia purba dan pengalaman ghaib.

Mata putih bercahaya, seolah-olah tidak mempunyai anak mata. Pandangan kosong tetapi menusuk, seakan menatap ke dalam jiwa, memberi rasa seram dan ngeri.

Keningnya bertanda simbol ghaib—terpahat bentuk segitiga terbalik berwarna merah di tengah dahi, mengisyaratkan kuasa mistik atau sumpahan kuno.

Rambutnya panjang, kusut dan beruban sepenuhnya, mengalir seperti kabus hitam pekat, seolah-olah menjadi sebahagian daripada bayang-bayang sekeliling.

Mulut berkerut dengan gigi yang kasar dan tidak sekata, menunjukkan wajah yang penuh amarah dan penderitaan. Wajah ini bukan sekadar tua, tetapi seperti dihimpit oleh sumpahan dan kebencian zaman silam.


Persekitaran dan simbol:

Dikelilingi oleh simbol-simbol Luciferian dan sihir, termasuk pentagram dan salib terbalik yang terbakar halus dalam aura merah berdarah.

Latar belakang yang berkabus dan berbatu menambah elemen dunia lain—tempat antara realiti dan alam ghaib.

Aura merah dan hitam membentuk corak pusaran, seolah-olah Sang Kelembai menguasai ruang sekeliling dengan kuasa ghaibnya.


Gambaran ini menonjolkan Sang Kelembai bukan hanya sebagai makhluk mitos, tetapi juga sebagai entiti yang sarat dengan kuasa gelap, kemarahan dan keabadian, menjadikannya sosok ikonik dalam cerita rakyat Melayu yang memikat dan menakutkan.

.

Wajah Sang kelembai




"Wajah Sang Kelembai" biasanya merujuk kepada cerita rakyat Melayu yang berkaitan dengan makhluk mitos bernama Sang Kelembai. Dalam legenda ini, Sang Kelembai digambarkan sebagai makhluk raksasa atau wanita tua yang memiliki kuasa ajaib—khususnya keupayaan untuk menukar manusia dan makhluk hidup lain menjadi batu hanya dengan sapaan atau suaranya.

Deskripsi wajah Sang Kelembai berbeza-beza mengikut cerita rakyat, tetapi lazimnya menggambarkan ciri-ciri berikut:

  • Wajah yang tua dan menakutkan, dengan raut garang atau suram.
  • Mata besar dan tajam, seakan mampu menembus pandangan.
  • Kulit berkedut dan mungkin bersisik, mencerminkan usia purba dan kuasa ghaibnya.
  • Gigi tajam atau senyuman mengerikan, simbol sifat luar biasa dan mistiknya.
  • Rambut panjang yang kusut atau beruban.

Di sesetengah tempat, seperti di Perak atau Pahang, terdapat batu-batu besar yang dikaitkan dengan cerita Sang Kelembai—kononnya manusia atau binatang yang telah disumpah menjadi batu....

Asal usul ketupat


Ketupat adalah makanan tradisional yang erat kaitannya dengan budaya masyarakat Indonesia, khususnya dalam perayaan **Hari Raya Idul Fitri**. Berikut adalah asal-usul dan makna ketupat:

### **1. Asal-Usul Ketupat**
- **Dikaitkan dengan Sunan Kalijaga**: Menurut sejarah Jawa, ketupat diperkenalkan oleh **Sunan Kalijaga** (salah satu Wali Songo) pada abad ke-15–16 sebagai bagian dari dakwah Islam di Jawa.  
  - Sunan Kalijaga menggunakan ketupat sebagai simbol yang memadukan tradisi lokal dengan nilai-nilai Islam.  
  - Ketupat sering disajikan saat **Lebaran** atau **"Bakda Kupat"** (hari raya ketupat) yang dirayakan seminggu setelah Idul Fitri.

- **Budaya Pra-Islam**: Beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa ketupat sudah ada sebelum Islam masuk ke Nusantara, sebagai bagian dari ritual masyarakat agraris (perayaan panen atau penghormatan kepada dewa-dewa).

### **2. Makna Filosofis Ketupat**
- **Bentuk anyaman**: Anyaman daun kelapa atau janur yang rumit melambangkan **kesalahan manusia** yang harus disucikan.  
- **Isi beras putih**: Melambangkan **hati yang bersih** setelah berpuasa dan memohon ampun.  
- **Nama "kupat"**: Dalam bahasa Jawa, "kupat" diplesetkan dari **"ngaku lepat"** (mengakui kesalahan) dan **"laku papat"** (empat tindakan: lebaran, luberan, leburan, laburan).  

### **3. Penyebaran di Nusantara**
Ketupat tidak hanya dikenal di Jawa, tetapi juga menjadi bagian budaya di:
- **Sumatra** (seperti ketupat palas dari Minang),  
- **Kalimantan** (ketupat bawang di Banjar),  
- **Bali** (disajikan dalam upacara Hindu),  
- **Malaysia, Brunei, dan Filipina** (disebut "puso" di Mindanao).  

### **4. Ketupat dan Tradisi Lebaran**
- Biasanya disajikan dengan **opor ayam, sambal goreng, atau rendang**.  
- **"Bakda Kupat"** di Jawa diisi dengan acara silaturahmi dan makan ketupat bersama.  

Jadi, ketupat bukan sekadar makanan, tetapi juga sarat dengan **nilai budaya, religi, dan filosofi kehidupan**.  

Apakah Anda ingin tahu lebih dalam tentang makna filosofisnya atau variasi ketupat di daerah tertentu? 😊

cara mengayam ketupat


Mengayam ketupat adalah proses membuat anyaman dari daun kelapa muda (janur) untuk membungkus beras yang akan dimasak menjadi ketupat. Berikut adalah cara mengayam ketupat dengan langkah-langkah sederhana:

### **Bahan dan Alat:**
1. Daun kelapa muda (janur) yang masih segar dan lentur.
2. Gunting atau pisau untuk memotong daun.
3. Tali atau lidi untuk mengikat ujung ketupat.

### **Langkah-langkah Mengayam Ketupat:**
#### **1. Persiapan Daun Janur:**
- Pilih daun kelapa muda (janur) yang masih hijau dan tidak kering.
- Potong daun dengan lebar sekitar **2-3 cm** dan panjang sekitar **50-60 cm** (sesuaikan dengan ukuran ketupat yang diinginkan).
- Siapkan **2 lembar daun janur** untuk membuat satu ketupat.

#### **2. Membuat Anyaman Ketupat (Bentuk Diamon/Belah Ketupat):**
- **Langkah 1:** Ambil dua lembar janur, lalu susun secara silang (membentuk tanda **"+"**).
- **Langkah 2:** Lipat setiap ujung janur ke arah berlawanan secara bergantian untuk membentuk anyaman.
  - Ujung kanan dilipat ke kiri bawah.
  - Ujung kiri dilipat ke kanan bawah.
  - Ujung atas dilipat ke kanan atas.
  - Ujung bawah dilipat ke kiri atas.
- **Langkah 3:** Kencangkan anyaman dengan menarik perlahan setiap ujungnya hingga membentuk kantong ketupat.
- **Langkah 4:** Pastikan anyaman rapat agar beras tidak keluar saat direbus.

#### **3. Mengisi Beras:**
- Buka sedikit anyaman di bagian atas, lalu masukkan beras yang sudah dicuci (sekitar **½ atau ⅔** bagian, karena beras akan mengembang).
- Tekan perlahan agar beras tidak terlalu padat.

#### **4. Menutup dan Mengikat Ketupat:**
- Lipat kembali anyaman hingga rapat.
- Ikat ujung atas ketupat dengan tali atau lidi agar tidak terbuka saat direbus.



#### **5. Merebus Ketupat:**
- Rebus ketupat dalam air mendidih selama **4-5 jam** hingga benar-benar matang.
- Pastikan ketupat terendam sepenuhnya dalam air.
- Setelah matang, angkat dan tiriskan. Ketupat siap disajikan!

### **Tips:**
- Gunakan janur yang masih segar agar mudah dianyam.
- Jika kesulitan menganyam, bisa menggunakan cetakan ketupat (biasanya dari plastik) sebagai panduan.
- Ketupat yang sudah jadi bisa disimpan dalam kulkas jika tidak langsung dimasak.

Dengan latihan, mengayam ketupat akan semakin mudah. Selamat mencoba! 🎋✨


Cara - cara buat lemang


Berikut adalah cara asas untuk membuat lemang, makanan tradisional yang popular terutama semasa Hari Raya:

Bahan-bahan:

1 kg beras pulut (rendam 3-4 jam)

1 liter santan pekat

1 sudu kecil garam

Daun pisang secukupnya (untuk lapik dalam buluh)

Buluh (dipotong kira-kira 1.5 – 2 kaki panjang)

Cara Penyediaan:

1. Sediakan Pulut:

Cuci dan rendam beras pulut selama 3-4 jam atau semalaman untuk hasil yang lembut.

2. Gaul dengan Santan:

Toskan pulut.

Gaul bersama santan dan garam hingga sebati.

3. Sediakan Buluh:

Bersihkan bahagian dalam buluh.

Lapik bahagian dalam buluh dengan daun pisang (untuk elak pulut melekat).

4. Isi Pulut:

Masukkan campuran pulut dan santan ke dalam buluh hingga kira-kira 3/4 penuh (beri ruang untuk pulut mengembang).

5. Bakar Lemang:

Sandarkan buluh pada api sederhana di tempat terbuka.

Bakar secara perlahan selama 4-5 jam sambil dipusing-pusingkan supaya masak sekata.

Santan boleh ditambah sedikit demi sedikit semasa membakar jika perlu.

6. Sejukkan dan Sedia Dihidang:

Bila sudah masak, biarkan lemang sejuk sedikit sebelum dipotong.



_________________________
wassalam..........SEKIAN TERIMA KASIH......