Bab 4 : sang kelembai


Berikut Bab 4: “Suara dari Batu” — puisi gelap tentang rahsia lama, yang akhirnya dibisikkan oleh Sang Kelembai sendiri. Pertemuan ini bukan sekadar sumpahan... tetapi permohonan terakhir.


---

Bab 4: Suara dari Batu

Sang Kelembai diam, mata bersinar,
Wajahnya tua, namun kini gentar,
Di hadapannya, anak dari zaman segar,
Yang tak lari… malah mendengar.

Di hujung lidah, dia simpan cerita,
Seribu tahun, rahsia tak dibuka,
Namun malam ini, langit seakan reda,
Dan hutan bernafas dalam cahaya duka.

“Aku… bukan raksasa yang suka menghukum,
Aku hanya gadis yang hidupnya dikoyak dendam.
Cinta dirampas, hati disumpah,
Dan salamku… jadi sabda murka.”

“Setiap kali aku berkata ‘salam’,
Aku harap seseorang jawab… bukan untuk kecundang,
Tetapi untuk faham…
Dan kembalikan aku ke malam sebelum aku hilang.”

Air mata Amir jatuh tanpa sedar,
Dia lihat bukan raksasa, tapi jiwa yang tersasar,
Yang dikurung dalam tubuh liar,
Kerana cinta yang dilakar jadi parah.

Lalu Amir bertanya dengan suara tenang:
“Bagaimana aku hentikan malam panjang?”
Sang Kelembai tunduk, jari ke tanah,
Melakar simbol—segitiga dan nama yang musnah.

“Cari pusaka yang raja simpan,
Di bawah istana yang kini jadi hutan,
Letaknya mahkota, darah, dan dendam,
Bakar ia dengan ikhlas, barulah aku diam.”



No comments: