Bab 5: “Istana yang Hilang” — puisi gelap tentang perjalanan Amir ke pusat sumpahan: sebuah istana purba terkubur dalam hutan, tempat asal kejahatan dan kunci pembebasan Sang Kelembai.
---
Bab 5: Istana yang Hilang
Dengan petunjuk dari tanah berdarah,
Amir melangkah ke rimba marah,
Di mana pohon berbisik resah,
Dan angin menghembus seperti amarah.
Langkahnya ke lembah berlumut tua,
Di mana akar menggenggam tanah luka,
Tiba-tiba, kabus berpecah dua,
Menampakkan pintu gerbang istana.
Bukan istana megah bersinar,
Tetapi batu reput dan tembok bersarung liar,
Namun simbol segitiga—terbalik dan berapi—
Terselit di atas pintu, bisu dan sepi.
Dia masuk dengan hati bergetar,
Lantai berlumut, langit berkapar,
Di dinding terpahat kisah silam,
Tentang raja rakus dan cinta yang karam.
Dalam ruang dalam yang gelap pekat,
Terdapat takhta dengan tulang berserak,
Dan di atasnya, mahkota perak,
Bersama sepucuk surat terbakar retak.
"Wahai pencari dari darah yang asing,
Jika hatimu benar, api akan bersaing.
Bakar pusaka ini dengan jujur dan gentar,
Agar sumpahan lama bisa hancur dan pudar."
Amir genggam mahkota yang dingin,
Hatinya gelisah, jiwanya ingin,
Dengan pemetik api—lalu dia nyalakan,
Dan pusaka itu... terbakar perlahan.
Tiba-tiba dinding meraung, lantai bergetar,
Bayang-bayang menari, langit terbakar,
Dan dari jauh, satu suara berdendang:
“Akhirnya… kau dengar… dan aku pulang.”
---
No comments:
Post a Comment